Sebentar lagi kita akan memasuki tahun 2020, sebuah awal dekade baru. Di media sosial, banyak orang menuliskan pencapaian-pencapaian penting di hidupnya selama periode 2010-2019. Saya pun akan melakukan hal serupa, tapi tidak di media sosial. Akan lebih bebas jika saya tuliskan di blog ini saja.
Awal dekade yang lalu dimulai dengan lulus kuliah dari Fakultas Ekonomi, jurusan Akuntansi, Universitas Islam Indonesia. Walau menyandang gelar Sarjana Ekonomi, passion saya tetap di bisnis, komputer, dan teknologi. Begitu lulus, saya melamar kerja sebagai pemrogram web di sebuah studio web kecil di Yogyakarta. Tujuannya untuk mempelajari bagaimana berbisnis di bidang IT. Oh ya, saya memiliki keahlian pemrograman sudah sejak SMA. Ketika lulus kuliah saya sudah bisa memprogram dengan menggunakan Pascal, Visual Basic, dan PHP.
Saya bertahan 6 bulan saja di studio web di Yogyakarta, karena pekerjaannya terasa berulang dari satu proyek ke proyek lain. Tidak ada tantangan lebih. Akhirnya di akhir 2010, memutuskan pindah ke Bandung. Saya masuk ke studio web bernama iCreativeLabs.
Pindah ke Bandung membuat saya terekspos banyak komunitas kreatif dan komunitas IT. Relasi menjadi lebih luas, wawasan seputar industri IT juga bertambah. Di tahun ini saya juga memutuskan untuk keluar dari iCreativeLabs dan mulai mencoba berusaha sendiri sebagai freelancer. Tiga bulan menjadi pekerja lepas, lalu ada seseorang dari Singapore yang menghubungi saya. Dia mengajak saya untuk menjadi technical co-founder di startup yang sedang dia bangun. Orang ini mengetahui kontak saya dari beberapa artikel tentang saya di Daily Social (terima kasih DS), dan membaca blog pribadi saya.
Ini adalah pengalaman ber-startup saya yang pertama. Waktu itu saya bekerja secara remote sambil bolak-balik Bandung-Singapore nyaris sebulan sekali. Startup ini gagal take-off karena tidak menemukan product market fit, dan akhirnya bubar setelah setahun.
Pindah ke Jakarta karena mendirikan perusahaan baru yang bernama Amazing Milk (PT Diasfiko Bintang Kreasi) dan bergerak di bidang konsultan pemasaran digital. Perusahaan ini didirikan oleh 4 orang. Dua orang co-founder aktif yang menjalankan kegiatan bisnis harian, dan dua orang lagi tidak aktif di kegiatan harian karena mereka juga memiliki agensi lain yang bergerak di bidang pemasaran kreatif offline. Perusahaan ini hanya berumur sekitar setahun karena ada ketidaksamaan visi dengan dua co-founder yang tidak aktif.
Di tahun ini juga saya bertemu dengan seseorang yang sekarang menjadi istri saya. Bertemunya di mana? Di Twitter. Tidak sia-sia investasi bikin akun Twitter sejak 2009.
Pindah ke Tangerang Selatan. Dengan co-founder yang sama saat mendirikan Amazing Milk dan karyawan 4 orang yang berasal dari Amazing Milk juga, kami mendirikan agensi digital baru yang bernama Froyo (PT Froyo Kreatif Indonesia). Mengapa namanya Froyo? Karena susunya sudah basi dan berubah jadi yoghurt.
Setelah 2 tahun LDR Tangsel-Semarang, akhirnya memutuskan untuk menikah.
Di tahun ini juga Froyo pindah ke kantor yang lebih besar karena tim kami saat itu bertambah besar.
Di tahun ini, terekspos dengan precision agriculture. Istri saya suka bercocok tanam. Ketika itu kami bahkan punya greenhouse kecil di halaman rumah. Di greenhouse ini lah kami bereksperimen dengan sensor-sensor dan membuat perangkat lunak yang bernama Tania.
Tahun 2015 ini juga saya mulai merasa galau tentang masa depan dan tujuan hidup. Orang biasa menyebutnya quarter life crisis.
Terekspos dengan negara yang bernama Estonia karena kawan dekat saya mendapat beasiswa kuliah di sana. Banyak membaca soal Estonia dan akhirnya menemukan program Estonia e-Residency. Di tahun ini akhirnya memutuskan untuk mendaftar sebagai e-Resident.
Cikal bakal Tanibox mulai terbentuk di tahun ini. Di 2016 ini juga, kami meluncurkan Tania versi awal ke publik sebagai proyek open-source.
Masih galau dengan tujuan hidup, bisnis, dan karir. Quarter life crisis saya lumayan lama juga sekitar 2 tahunan.
Mengambil keputusan besar. Saya memutuskan untuk exit dari Froyo dan menjual seluruh kepemilikan saham saya di sana. Di tahun ini krisis seperempat abad saya menghilang. Bersama istri, tekad kami bulat untuk menjadikan Tanibox sebagai sebuah bisnis.
Kami segera mendaftarkan Tanibox sebagai perusahaan di Indonesia dan Estonia sekaligus.
Awal tahun 2018, memutuskan pindah ke Bali karena sudah bosan hidup di Tangsel dan Jakarta.
Dalam hal bisnis, ini tahun terburuk saya sepanjang ber-startup ria. Menjelang akhir 2018, uang modal di Tanibox habis, PHK karyawan, dan kesulitan keuangan. Penyebabnya adalah kombinasi antara produk yang tidak diinginkan pasar Indonesia (GRO), bermain di B2C tapi dana untuk melakukan pemasaran terbatas, dan bertemu relasi bisnis yang salah.
Di akhir 2018, istri dan saya memutuskan untuk membuat satu bisnis baru untuk menjaga arus kas kami. Bisnis untuk dapur ngebul istilahnya. Kami membuat studio konsultan untuk pengembangan produk digital bernama Chloe & Matt.
Ini adalah tahun “yang penting bisa bertahan hidup” dan Tanibox terus jalan. Beruntung lah 3 tahun lalu kami menjadikan Tania sebagai proyek open-source. Dari open-source saya mendapat relasi-relasi baru dari Eropa, Afrika, dan Amerika Selatan.
Kami memulai kembali Tanibox dengan modal terbatas dan hanya bekerja berdua dengan istri saya. Di awal 2019 kami lakukan pivot. Sekarang kami mentarget pasar B2B sehingga kegiatan pemasaran bisa dilakukan dengan modal terbatas, dan menganggap pasar Indonesia sebagai bonus (jika ada.) Strategi ini cukup berhasil. Sepanjang 2019, kami bisa bertahan hidup dengan beberapa klien dari negara-negara di Eropa.
P.S. Istri saya juga menuliskan catatan satu dekadenya yang menarik untuk dibaca: Satu Dekade Ini Ngapain Saja?