Karena ada warga Twitter yang bertanya seperti ini, maka saya akan lanjutkan artikel sebelumnya tentang mencari kerja di luar negeri.
Mantep banget, thanks for sharing mas Asep. Boleh tau kah pertimbangan memilih relokasi daripada full-time remote?
โ Wanda Ichsanul Isra ๐ฎ๐ฉ (@wnd_isra) December 21, 2021
Sebenarnya yang bertanya seperti itu tidak hanya satu orang, melainkan ada beberapa orang. Terutama teman-teman yang memang sudah mengenal saya dan tahu kalau selama ini saya terbiasa bekerja dari mana pun. Di perusahaan tempat saya bekerja sekarang pun juga sebenarnya tidak mewajibkan untuk relokasi, karena memang karyawannya tersebar di banyak negara. Tidak ada perbedaan gaji juga antara relokasi atau tidak, karena tetap pakai standar gaji di Tallinn.
Gaji Eropa biaya hidup Bali. Auto sultan! Tapi, hidup tidak melulu soal uang kan? ๐
1. Mencari tempat tumbuh yang sesuai untuk keluarga
We canโt choose where we come from, but we can choose where we go from there.
โ Stephen Chbosky, The Perks of Being a Wallflower
Ada yang pernah mendengar kutipan tersebut atau kutipan serupa lainnya? Intinya adalah kita tidak pernah bisa memilih mau dilahirkan di mana atau dari rahim siapa, tapi kita selalu bisa memilih mau tumbuh dan menua di mana. Beruntung saya lahir di keluarga PNS yang selalu dipindahtugaskan setiap 3-4 tahun sekali, jadi saya tahu rasanya hidup di kota-kota yang berbeda sedari lahir. Mulai dari pulau Sumatera, Jawa, hingga Papua. Saya jadi tahu setiap daerah punya keunikan dan budayanya masing-masing.
Setelah dewasa, dan punya uang sendiri, saya juga rajin jalan-jalan ke luar negeri. Mulai dari yang dekat seperti beberapa negara ASEAN, Cina dan sekitarnya, Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa (Estonia sendiri juga pernah saya kunjungi sebelumnya). Hasil dari jalan-jalan selama lebih dari 30 tahun hidup saya, membuka wawasan saya tentang tempat tumbuh yang tepat.
Dari melihat kondisi sosial masyarakat saat ini, arah pembangunan Indonesia di 10 tahun terakhir, dan nilai-nilai kehidupan yang istri dan saya anut. Indonesia bukan tempat tumbuh yang tepat untuk kami membangun keluarga.
2. Peluang dan kesempatan karir di masa depan
Sebenarnya ini masih berhubungan dengan poin sebelumnya. Karena saya berkarir di industri teknologi informasi, saya merasa perlu pindah ke tempat yang mendukung. Untuk di Indonesia, Jakarta masih menjadi primadona untuk industri ini, tapi saya sudah lelah dengan Jakarta sampai saya dan istri memilih untuk pindah ke Bali.
Amerika Serikat? Saya dulu sempat tertarik dan ingin sekali bisa pindah ke sana. Tapi semakin saya pelajari mulai dari budaya kerja, legalisasi senjata api, dan biaya hidup akhirnya saya mengurungkan niat untuk mencari jalan supaya bisa pindah ke sana.
Setelah banyak belajar, akhirnya saya merasa yakin Eropa jadi tempat yang tepat untuk saya berkarir. Terutama kawasan Skandinavia dan Baltic. Nah, ketika sekarang ada kesempatannya tanpa pikir panjang saya minta untuk direlokasi. Tak masalah saya tidak jadi sultan, tapi saya bisa punya peluang karir yang lebih baik. Dunia teknologi informasi di sini lebih menarik untuk saya, karena lebih beragam industrinya.
Kesimpulan
Itu lah 2 alasan utama kenapa saya lebih memilih relokasi dibanding kerja remote dari Indonesia. Faktanya setelah pindah ke Estonia pun sebenarnya saya juga tetap kerja remote dari rumah. Kolega-kolega saya yang tinggal di Estonia pun kerjanya lebih sering dari rumah. Saya pergi ke kantor biasanya seminggu sekali saja di hari weekly meeting, itu pun agar bisa bertemu manusia. Karena bosan juga ya setiap hari hanya mengobrol via Slack atau Zoom ๐